Malam ini, aku menyayat pergelangan tanganku. Perihnya tak tertahan ketika perlahan cairan merah itu menetes dan mengenai jemari kakiku. Ternyata aku masih merasakan sakit ini, artinya aku masih waras. Malam ini, aku takut menjadi gila, tapi malam ini aku tidak takut mati.
Malam ini kekasihku marah padaku, aku menjadi terlalu menyebalkan baginya. Mungkin memang benar, seharian ini aku hanya membuatnya susah, terlalu banyak kesalahan yang aku lakukan dan kekasihku memang sudah sepantasnya marah.
Setiap kata yang terucap dari bibir kekasihku malam ini terasa seperti silet yang menyayat nyayat buluh jantungku, membuatku sesak. Tidakkah dia mengerti bahwa setiap kali dia marah, setiap kali dia berkata tentang semua kesalahanku, separuh jiwaku seakan terenggut dari ragaku? Tidakkah dia mengerti, betapa takutnya aku kehilangan dia? Tidakkah dia mengerti bahwa tak ada satupun kata di bumi ini yang dapat mengungkapkan rasaku padanya.
Separuh hatiku, separuh jiwaku, separuh nafasku adalah miliknya. Ketika dia tidak menginginkannya lagi, masih sanggupkah aku bertahan untuk tidak ingin mati ?
Malam ini, kekasihku tidak ingin perduli lagi padaku, malam ini kekasihku menganggap aku pelacur, malam ini kekasihku mengingatkanku bahwa tidak ada kata “selamanya” bagi dia dan aku. Jadi, masih sanggupkah aku bertahan untuk tidak ingin mati?
Maafkan aku jika rasa ini terlalu besar, maafkan aku jika aku tidak bisa hidup tanpamu, maafkan aku jika caraku mencintaimu adalah salah. Mungkin, aku hanyalah perempuan gila yang mencoba mencinta atau mungkin aku hanyalah perempuan bodoh yang gila karena cinta.
Kutelan puluhan pil berwarna putih yang malam ini menjadi kawanku, berharap darah ini akan berhenti mengalir, berharap jantung ini berhenti berdetak. Hatiku sudah mati, Jiwaku sudah tiada. Tanpa kekasihku, aku tidak ingin hidup lagi.
Brie, sendiri. Di tengah malam yang paling malam ...mencoba tetap bernafas tanpamu....
And I could list a million things that i would do for you But they could all come down to one reason I could never live without you..
Chimera, negeri sejuta keajaiban. Begitu aku selalu menyebutnya. Siapapun tidak akan menemukan Chimera hanya dengan membuka peta dunia. Chimera tidak ada di dunia bumi. Untuk sampai ke Chimera, aku harus menyeberangi samudera yang airnya berwarna merah, semata karena dasarnya dipenuhi oleh batu ruby. Jangan sekalipun mengambil batu mulia itu, karena itu akan membuatmu kehilangan perasaan untuk selamanya dan sesudahnya yang kau inginkan hanyalah mati.
Chimera bukan ciptaan Tuhan, Chimera tercipta dari ribuan angan, khayalan, impian, dan imajinasi manusia. Semua hal indah itu ternyata mengendap di awan, menempel di ribuan bintang dan oleh keajaiban mengubahnya ke suatu kehidupan di Chimera.
Aku mencintai negeri ini lebih dari apapun yang ada di semesta. Langit Chimera berwarna pelangi, arti betapa perbedaan itu indah. Mungkinkah pelangi masih tetap menjadi pelangi jika hanya terdiri dari satu warna?? Tapi, yang paling membuatku jatuh cinta di Chimera adalah kenyataan bahwa aku bisa membeli apapun disini. Aku tidak perduli dengan para mahluk penghuninya yang serba elok dan sempurna, aku tidak perduli dengan pepohonan dan bunga-bunganya yang berwarna permen.Aku juga tidak perduli dengan sungai kecil di sekeliling taman kota yang mengalirkan coklat cair, yang aku perdulikan hanyalah sebuah bangunan yang menjulang setinggi 7 tingkat dan berada tepat di tengah Chimera. Bangunan itu berwarna pink, dengan kaca-kaca panjang yang bening. Aromanya manis, dan bangunan itu bernama Soulmate Inc.
Soulmate Inc. mirip dengan mall di dunia bumi, tapi seperti namanya, mall ini menjual belahan jiwa. Ya. Aku sedang kesepian dan aku butuh cinta, aku butuh belahan jiwaku, oleh sebab itulah aku berada di sini.
Tiga jam lebih aku berjalan berputar-putar di seluruh Soulmate Inc. Keluar masuk lift, naik turun escalator, tapi tatapan itu belum juga kutemukan. Aku tidak butuh mata indah, aku tidak butuh dada bidang, tidak juga bibir yang membuatku ingin selalu mengulumnya. Aku mencari tatapan, tatapan yang bisa menembus langsung kehatiku dan mengatakan jutaan makna.
Kakiku sudah mati rasa, mataku sudah perih mengamati setiap etalase dari setiap toko. Tubuh dan hatiku sudah hampir menyerah saat aku melihat sosok itu. Sosok itu sedikit tersembunyi di sudut ruang. Kulirik nama toko pemiliknya, De Morgan. Nama yang keren. Kuseret kakiku memasukinya, sosok itu menatapku dan saat itu pula aku seakan melayang. Inikah tatapan yang aku cari? Aku dekati sosok itu, dia tersenyum. Senyum yang dulu pernah aku lihat dalam mimpiku tanpa aku tau wajah pemiliknya. Aku jatuh cinta.
Kubaca label yang tergantung di pergelangan tangan kirinya, sementara matanya mengamatiku lekat-lekat, membuatku tersipu.
Humoris, cerdas, sensitif, sedikit posesif, sedikit pemarah, a big fan of moto GP
Aku menahan geli saat membaca label itu, sosok yang cukup menggemaskan.Dan ternyata di Chimera juaga ada MOTO GP hahaha. Sedetik kemudian ada desir aneh yang mengalir ke jantungku saat tanpa sengaja ku sentuh jemarinya. Sosok itu terkesiap, lalu tersenyum tipis. Ya. Aku jatuh cinta.
Malam itu aku tidak sendiri. Aku pulang ke dunia bumi dengan seseorang yang kubayar dengan separuh hatiku, separuh jiwaku dan separuh nafas dari seluruh hidupku.
“Hay, Aku Brie”, sapaku. “Hay, Aku Nev”, jawabnya..
Diantara Dunia bumi dan Chimera ...ketika hari-hariku tak lagi sama...
If you can keep your head when all about you Are losing theirs and blaming it on you; If you can trust yourself when all men doubt you, But make allowance for their doubting too: If you can wait and not be tired by waiting, Or being lied about, don’t deal in lies, Or being hated, don’t give way to hating, And yet don’t look too good, nor talk too wise;
If you can dream—and not make dreams your master; If you can think—and not make thoughts your aim, If you can meet with Triumph and Disaster And treat those two imposters just the same: If you can bear to hear the truth you’ve spoken Twisted by knaves to make a trap for fools, Or watch the things you gave your life to, broken, And stoop and build ’em up with worn-out tools;
If you can make one heap of all your winnings And risk it on one turn of pitch-and-toss, And lose, and start again at your beginnings And never breathe a word about your loss: If you can force your heart and nerve and sinew To serve your turn long after they are gone, And so hold on when there is nothing in you Except the Will which says to them: "Hold on!"
If you can talk with crowds and keep your virtue, Or walk with Kings—nor lose the common touch, If neither foes nor loving friends can hurt you, If all men count with you, but none too much: If you can fill the unforgiving minute With sixty seconds’ worth of distance run, Yours is the Earth and everything that’s in it, And—which is more—you’ll be a Man, my son!
http://en.wikisource.org/wiki/If%E2%80%94
terjemahan bebasnya:
JIKA
Rudyard Kipling
Jika kau bisa bertahan kala semua yang kau miliki
Hilang dan meninggalkanmu
Jika kau dapat mempercayai dirimu ketika semua orang meragukanmu,
Sekaligus menghargai keraguan mereka;
Jika kau bisa menunggu dan tak pernah lelah menunggu,
Atau dibohongi, jangan pernah berbohong,
Atau dibenci, jangan beri jalan untuk kebencian,
Jangan pula terlihat terlalu baik, atau berbicara terlalu bijak;
Jika kau bisa bermimpi-dan tidak menjadikan impian sebagai majikanmu;
Jika kau bisa berpikir-dan tidak menjadikan pikiran sebagai tujuanmu;
Jika kau bisa menghadapi kejayaan dan bencana
Dan bersikap sama saat menghadapi keduanya;
Jika kau bisa mendengar kebenaran dalam kata-katamu
Diputarbalikkan untuk menjebak si bodoh,
Atau melihat hal-hal yg kauperjuangkan hancur,
Namun kau masih bisa membangunnya kembali;
Jika kau bisa menumpuk semua kemenanganmu
Dan mempertaruhkannya habis-habisan,
Lalu kalah dan memulai dari awal lagi
Tanpa pernah menyebut kekalahanmu;
Jika kau bisa memaksa hati, keberanian dan ototmu
Untuk tetap berjuang setelah kekalahan,
Dan untuk bertahan ketika kau tak lagi memiliki apapun
Kecuali niat yang berkata, “Bertahanlah.”
Jika kau bisa berbicara pada banyak orang dan tetap bersikap baik,
Atau berjalan bersama sang raja-tanpa kehilangan kerendahan hati;
Jika musuh atau teman tak bisa menyakitimu;
Jika semua orang mengandalkanmu, dengan cara yang tak berlebihan;
Jika kau tetap bisa memenuhi satu menit penuh kemarahan
Malam ini aku marah entah kepada siapa, malam ini aku sedih entah karena apa. Malam ini memihakku, karena hujan turun seperti air bah yang tertumpah dari mulut langit, sehingga tidak ada mahluk di semesta raya ini yang bisa melihat wajahku basah karena air mata, semua mahluk itu hanya akan tau bahwa aku basah karena hujan.Entah sejak kapan aku tidak pernah suka jika ada yang melihatku menangis, aku ingin dunia tau bahwa aku bukanlah perempuan cengeng.
Samar, aku dapat melihatnya. Gedung itu berdiri dengan megah dan sedikit sombong. Ialah gedung yang seumur hidupku menjadi tempat untuk mengadu, bersembunyi atau sekedar bercerita dan kemudian duduk diam berjam-jam, mencoba membaca dan mereka masa depan.
Dengan sopan aku melangkah masuk. Dalam keadaan apapun, aku harus tetap waras dan sadar bahwa temapat agung ini haruslah dihormati. Kita tidak boleh bertingkah kurang ajar di tempat seagung ini. Kusesali air yang terus menetes dari bajuku karena membuat setiap lantai yang aku pijak menjadi basah. Maafkan aku, batinku karena telah membuat tempat suci ini menjadi basah dan kotor.
Lalu aku bersimpuh.
Kali ini aku tidak ingin mengadu, aku tidak ingin bercerita, aku hanya ingin berjanji bahwa bait demi bait doa itu tak kan pernah lagi aku lafaskan, bahwa lembar demi lembar kertas berisi tulisan nan suci itu tak kan pernah lagi aku baca dan bahwa, tempat agung ini tak kan aku sambangi lagi.
Di sini, di depan mimbar suci ini, ku tanggalkan agamaku.
Biarlah seisi dunia menghujatku, aku tidak akan perduli. Bagiku, agama bukan Tuhan. Ya. Aku tanggalkan agamaku tapi tidak Tuhanku.
Lima jam yang lalu aku berhenti memahami arti agama, lima jam yang lalu aku membenci kata berejakan a-ga-ma karena lima jam yang lalu aku patah hati, karena lima jam yang lalu kekasihku datang kepadaku dalam derai hujan hanya untuk berkata bahwa dia mencintaiku (seperti aku mencintainya) dan bahwa dia harus pergi meninggalkanku karena agama.
Namaku Brie,
Agamaku cinta,
Kekasihku Tuhan.
Tengah Malam,
Di antara seribu hujan,
...mengenang mantan kekasih yang selalu mencintai..
Hanya sekelumit ungkapan protes dari sudut imajinasi yang tengah muak dengan perbedaan yang lancang mengatasnamakan Tuhan.